Wednesday, October 17, 2018

INGIN TERKENAL

Ada sebuah kisah tentang seorang pria yang tidak tahu arah tujuan hidupnya. Adalah Akbar pria 24 tahun, dengan tinggi 165, rambut acak-acakan, selalu memakai baju yang sama selama 3 hari.
Akbar sangat terobsesi ingin sekali terkenal. Pernah suatu hari dia mengikuti audisi menyanyi di salah satu stasiun telivisi. Apa daya baru sampai di parkiran sudah disuruh pulang oleh security, karena penampilannya yang lebih mirip dengan tukang palak, dibanding dengan orang yang ingin ikut audisi. Memang pada saat itu Akbar mengenakan kaos partai, celana jeans belel yang robek di bagian dengkul sampai ke bawah, dan untuk alas kakinya Akbar menggunakan sendal jepit.

Pagi hari saat semua orang sedang sibuk kerja, Akbar hanya duduk di sebuah pos ronda dengan ditemani oleh kopi hitam dan tiga batang rokok kretek hasil beli ketengan. Sebenarnya Akbar bukan seorang pemalas, hanya saja nasibnya kurang beruntung. Seakan-akan semua perusahaan berkompromi untuk menolaknya bekerja.

Akbar yang sedang sendirian melamun tiba-tiba kedatangan Rendi yang tidak tahu datangnya dari mana. Rendi adalah satu-satunya orang yang mau berteman dengan Akbar. Rendi yang baru datang tiba-tiba menepuk pundak Akbar.

"Ngapain kamu di sini, Bar?"

"Eh.. kamu, Ren. Biasa nih, begini-begini aja setiap hari, habisnya nggak ada kerjaan." Akbar menjawab pertanyaan Rendi sambil manyun.

"Waktu itu katanya kamu pernah ikut audisi nyanyi, gimana hasilnya?"

"Hasil apaan? orang baru nyampe parkiran aja udah diusir, cuma gara-gara pakaian aku dianggap nggak layak. Seharusnya lomba nyanyi itu yang dinilai suaranya bukan penampilannya. Lagian gimana mau mikirin penampilan, duit aja nggak punya. Duit nggak punya karena belum ada pekerjaan. Pekerjaan nggak punya karena syarat kerja harus ada pengalaman. Sekarang gimana mau punya pengalaman kalo kesempatan kerja aja nggak dikasih. Aku juga yakin orang-orang yang ikut audisi nyanyi itu banyak yang pengangguran." Akbar menjawab pertanyaan Rendi sekalian curhat.

"Yaudah jangan seneng gitu dong.. Hahaha" Rendi tertawa sambil mengangguk. "Aku tahu caranya supaya kamu bisa terkenal." Rendi melanjutkan omongannya.

"Orang lagi sedih dibilang seneng. Gimana caranya supaya bisa terkenal?" Akbar terlihat penasaran sampai-sampai seluruh pandangannya terpaku pada Rendi.

"Kamu makan mayat aja.. Hahahaha" Setelah mengatakan itu Rendi lalu tertawa lama sekali sampai Akbar terlihat kesal. Akbar yang kesal dengan Rendi hanya bisa diam melihat tingkah temannya itu.

"Yaudahlah ya, aku mau ke beli nasi uduk dulu, nanti kalo kesiangan nggak kebagian." Rendi tertawa sambil berjalan meninggalkan Akbar di pos ronda sendirian.

*Beberapa minggu setelah Rendi bertemu dengan Akbar di pos ronda*

Rendi sedang berbicara dengan Sukron di sebuah warung kopi.

"Emang kamu ngomong apa sama dia?" Tanya Sukron yang berusaha serius, walaupun terlihat sulit untuk menahan tawanya.

"Ya, cuma bercanda gitu doang." Rendi terlihat seperti orang yang merasa bersalah.

"Lagian aneh-aneh aja itu orang, bisa-bisanya nekat begitu."

"Aku juga bingung itu orang arah hidupnya mau ke mana?"

"Tuh, lihat dari pagi sampai siang ini masih diberitain terus. Bener-bener bikin heboh tuh orang." Sukron memberi tahu Rendi sambil menunjuk televisi yang ada di atas meja warung kopi. Televisi itu memang sedang memberitakan berita yang akhir-akhir ini membuat heboh negeri ini.

Berita tentang seorang pemuda yang nekat mencuri mayat lalu memakannya. Dari pengakuan pemuda tersebut. Sejauh ini sudah dua mayat yang dimakan olehnya. Pemuda itu tidak lain adalah Akbar, dia ditangkap oleh warga saat sedang asik menyantap mayat di sebuah rumah kosong.

"Awalnya saya curiga ada bau busuk, saya kira bangke tikus, tapi bangke tikus nggak semenyengat ini baunya. Akhirnya saya ngajak warga yang lain buat nyari dari mana asal baunya. Pas ditelusuri ternyata baunya dari rumah kosong. Eh, nggak taunya saya kaget ada orang di dalem rumah itu. Yaudah langsung aja saya sama warga yang lain masuk ke dalem. Saya sama warga yang lain juga nggak habis pikir, ternyata dia lagi makan mayat. Saya sampe mau muntah ngeliatnya juga." Begitu pengakuan dari salah seorang warga yang menggrebek Akbar yang sedang makan mayat.

"Tuh, denger sendiri kan, wawancara dari warga yang mergokin temen kamu si Akbar itu." Sukron menunjuk televisi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Nah, sekarang lihat tuh.. Akbar yang lagi diwawancara" Sedikit kaget Rendi langsung melihat televisi.

Dengan menggunakan kaos tahanan Akbar berdiri di tengah, di antara dua polisi, dan banyak wartawan di depannya "Ya, memang benar saya yang memakan mayat itu, kebetulan baru dua mayat yang sudah saya makan. Rencananya mau tiga mayat yang saya makan, tapi saya malah ketangkep duluan. Saya memang salah, dan saya akan terima hukumannya. Saya siap diadili. Tapi setidaknya cita-cita saya sudah tercapai." Dengan santai Akbar mengakui kesalahannya.

"Kalo boleh tahu, apa cita-cita yang sudah tercapai itu, Mas? Tanya salah seorang wartawan.

Akbar hanya tersenyum, lalu meninggalkan kerumunan wartawan dan berjalan masuk ke dalam mobil, lalu dibawa ke tahanan.

Semenjak kejadian Akbar yang memakan mayat tersebar ke seluruh pelosok negeri, akhirnya semua orang membicarakannnya. Akbar sempat menjadi trending topik di twitter selama dua hari berturut-turut. Akbar dikenal di mana-mana, bahkan kepopulerannya mengalahkan pejabat-pejabat penting yang ada di daerahnya. Ada juga produser film yang tertarik mengangkat cerita Akbar ke layar lebar. Tidak berhenti sampai di situ, bahkan beredar permainan yang dimainkan oleh anak-anak yaitu 'Awas ada Akbar'. Semacam permainan kejar-kejaran, hanya bedanya yang mengejar teman-temannya dijuluki sebagai Akbar.

PENCURI KALUNG

Suatu hari di sebuah penjara ada seorang pencuri yang baru saja tertangkap, sebut saja namanya Kudil. Saat Kudil sedang melamuni nasibnya, tiba-tiba saja ada seorang penghuni sel lain yang menanyakan kenapa dia bisa dipenjara, sebut saja namanya Kadal.

"Kena masalah apa, Bos?" Tanya Kadal, yang tanpa disadarinya mengganggu Kudil yang sedang melamun.

"Saya mencuri kalung, Mas." Jawab Kudil, yang sepertinya malas ditanya-tanya.

"Terus katanya divonis berapa tahun?"

"Katanya sih saya divonis 20 tahun, Mas."

Kadal lalu kaget mendengar vonis Kudil yang sampai 20 tahun. "Kok bisa sampai 20 tahun? padahal kan hanya mencuri kalung? Koruptor yang maling duit rakyat miliaran rupiah aja hukumannya nggak sampai segitu?"

"Jadi begini, Mas. Saya mencuri kalung yang sedang dipakai oleh ibu-ibu. Waktu saya tarik, kalungnya susah dilepas, udah gitu ibu-ibunya ngasih perlawanan ke saya. Yaudah akhirnya saya ambil kalung sekalian sama kepala-kepalannya."

Kadal hanya diam mendengar penjelesan Kudil. Sekarang Kadal berbalik kesal kepada Kudil. Tidak lama Kadal lalu hanya bisa tertawa. "Wahahahhhahahhh..." Kudil yang mendengar Kadal tertawa terbahak-bahak, langsung reflek untuk tertawa juga "Hahahahahaha...".

Tuesday, August 21, 2018

BERSEMBUNYI DI BALIK KATA KRITIK



Zaman sekarang sepertinya sudah tidak ada bedanya antara kritik dan menghina, kalaupun ada itu pasti hanya sedikit. Contoh kasus, ada orang yang mengomentari sebuah film dengan kata-kata makian, tapi dengan enteng menganggap kalau itu adalah kritik. Katanya kalau sudah beli tiket jadi boleh mengatakan apa saja, termasuk mencaci. Katanya tidak perlu bisa membuat film untuk mengkritik. Ada lagi orang yang mencaci maki publik figure dengan alasan 'mengkritik untuk membangun' tapi malah jadi seperti 'menghujat untuk menjatuhkan'. Ada juga yang mencaci maki atlit yang sudah berusaha mengharumkan nama bangsa, dengan alasan permainan atlit itu jelek. Dan katanya tidak perlu bisa berolahraga untuk bisa mengkritik.
Setuju! kalau mau mengkritik tidak perlu bisa melakukan apapun, tapi kalau dari awal niatnya sudah ingin mencaci apakah masih bisa disebut mengkritik? (ya.. begitulah jadinya kalau ongol-ongol dikasih nyawa).

Bersembunyi di balik kata kritik, dengan mudahnya melontarkan kalimat-kalimat hujatan kepada orang lain. Kalo memang niatnya kritik, kenapa tidak dilakukan dengan kata-kata yang baik, bukan dengan kata-kata makian. Hanya karena ingin mengutarakan kata hati, bukan berarti boleh berkata seenaknya. Bukan begitu, wahai Netijen yang beriman?
Zaman sekarang memang susah membedakan yang mana kritik, dan yang mana menghina. Karena kita tidak bisa membaca isi hati orang lain. Mereka yang memang berniat untuk menghina, dengan mudah berkamuflase di balik kata kritik. Begitu pun sebaliknya, mereka yang berniat mengkritik sering dianggap menghina.

Media sosial memang memberikan keuntungan bagi para penghujat untuk mencaci maki orang lain. Tinggal membuat akun dengan identitas palsu maka jati dirinya tidak diketahui. Lalu tinggal mencari akun media sosial orang yang ingin dihujat (tentunya dengan dalih untuk mengkritik). Mereka yang menghujat di dunia maya pasti di dunia nyata tidak berani menghujat, karena di media sosial saja beraninya pakai akun palsu.

Kalau tidak perlu harus bisa melakukan apapun untuk bisa mengkritik, maka untuk bisa menghujat tidak perlu harus bisa mengkritik.
Kalau begitu akhir kata.... NETIZEN BANGSATTT !!!

sumber foto : google

Friday, March 23, 2018

HANYA ORANG TOLOL



Hanya orang tolol yang selalu merasa dirinya paling pintar, dan hanya orang tolol yang tidak sadar atas dirinya sendiri. Zaman sekarang banyak orang yang seakan-akan paling tahu diantara yang lainnya. Selain itu mereka juga malas berfikir, dan tidak tahu diri. Jangan heran kenapa zaman sekarang banyak orang yang seperti itu, karena orang yang seperti itu bukan hanya satu, bahkan ada banyak. Seperti biasa, berani karena ramai.
Di bawah ini ada beberapa ketololan-ketololan yang sering membuat kita kesal.

SOK TAHU

Banyak orang yang belum benar-benar tahu suatu permasalahan, tapi sudah berani memberikan komentar. Banyak orang yang bahkan tidak tahu apa-apa, tapi berlagak seperti orang yang paling tahu. Apalagi di zaman sosial media seperti saat ini, memang benar-benar bisa memberikan efek positif dan negatif. Efek positifnya kita bisa mendapatkan berita dengan cepat. Dan efek negatifnya kalau kita tidak cermat, berita yang kita dapatkan adalah Hoax.
Orang yang sok tahu akan menyebarkan berita hoax tanpa meneliti kebenarannya. Dan yang paling parah mereka memberikan komentar seakan-akan mereka adalah Albert Einstein. Biasanya yang membuat mereka berani berkomentar pada masalah yang mereka sendiri tidak tahu adalah, karena mereka tidak sendiri. Ya, betul.. di media sosial orang-orang tolol semua bersatu dan punya komunitas.

MALAS BERFIKIR

Orang yang malas berfikir biasanya selalu melakukan kegiatan yang aneh-aneh seperti, memanjat menara sutet, menyebarkan hoax, dan yang lebih parah lagi mereka mengedarkan tepung terigu yang sudah dioplos dengan semen. Orang yang seperti ini di dalam pergaulan biasanya sering dusuruh beli rokok sama temen-temennya.
Malas berfikir dapat menyebabkan terlihat bodoh, dijauhi teman, dan dikucilkan oleh masyarakat. Jadi jangan pernah malas untuk berfikir. Kalau kalian malas berfikir, coba sekali-kali luangkan waktu ke bengkel bubut untuk memeperbaiki diri kalian.

TIDAK TAHU DIRI

Senang berkomentar kepada orang lain, tapi tidak pernah berkaca untuk dirinya sendiri. Senang menyindir orang lain, tapi ketika disindir langsung kejang-kejang seperti orang yang sedang sakaw (mungkin karena sudah beberapa hari tidak mengkonsumsi detergen).
Biasanya orang yang tidak tahu diri selalu merasa dirinya adalah tokoh utama dalam sebuah film, padahal kenyataannya dia hanyalah seseorang yang kebetulan lewat di lokasi shooting dan dimintai tolong untuk memegangi kabel.
Sebelum kita mencari keburukan orang lain, sebaiknya pastikan dulu kalau kita tidak lebih buruk dari orang itu. Ada satu cara supaya kita tidak menjadi orang yang tidak tahu diri, caranya adalah.. menemukan jati diri.

sumber foto : google

Friday, January 5, 2018

MERASA PALING BENAR ADALAH KESALAHAN



Kebodohan masyarakat zaman sekarang. Merasa paling benar, mau mengomentari tapi tidak mau dikomentari, merasa punya kebebasan sampai-sampai merugikan orang lain, siang makan nasi kalau malam minum susu.
Silahkan kalian lakukan apa saja yang kalian suka, asal jangan merugikan orang lain. Silahkan kalian berkomentar apa saja yang kalian mau, tapi jangan pernah merasa sebagai yang paling benar. Kalau kalian merasa kebenaran hanya milik kalian, apa bedanya kalian dengan orang yang tidak pernah merasa salah ?

Jadi teringat apa kata Pidi Baiq, "Kalau kalian benar, jangan merasa paling benar. Begitupun kalau salah, jangan merasa paling salah". Kalau kalian merasa paling benar, nanti suatu saat kalau kalian salah, pasti disalahkan lebih dari biasanya. Tapi kalau kalian tidak pernah merasa paling benar, nanti kalau kalian salah, orang-orang akan memaklumi, "Ah, namanya manusia pasti pernah salah". (Ujar mang Asep, ketua komunitas sepeda goyang di daerah sekitarnya).

Ada seorang teman, sebut saja namanya Rudi (nama sebenarnya). Rudi sering menyindir orang lain, padahal hidupnya tidak pernah lepas dari yang namanya masalah.
Pernah suatu hari dia melihat ada pasangan remaja yang sedang bergandengan tangan. "Mentang-mentang pacaran, kemana-mana gandengan tangan". Kata Rudi, yang sudah menjomblo dari semenjak dia lahir.
Pernah juga suatu hari ada seorang tetangganya yang baru saja membeli sebuah mobil. "Ah, paling nyicil" Kata Rudi, sambil mendorong motornya yang sedang mogok.
Pernah juga waktu itu pada saat di warung kopi, ada banyak temannya yang baru diterima kerja. "Dapet kerja juga karena orang dalem, buat apa ?" Kata Rudi yang sedang meminum ampas kopi, sambil mencari-cari lowongan pekerjaan.

Dari cerita seorang Rudi atau yang dikenal juga sebagai "Rude Boy" (nama samaran). Kita bisa mengambil pelajaran, bahwa masih ada saja orang yang selalu merasa dirinya lebih baik dari orang lain, tapi tidak pernah mau melihat kekurangannya sendiri.
Di dunia nyata, atau di media sosial. Banyak sekali orang yang sering menyindir, menghujat, ataupun membully orang lain. Seakan-akan mereka tidak punya kesalahan, seakan-seakan mereka yang paling benar, seakan-akan mereka adalah tuhan di dunia yang baru (mungkin suatu saat mereka akan tahu rasanya disindir, dihujat, ataupun dibully. Kalo mereka sendiri yang jadi korbannya).
Mulai dari sekarang alangkah baiknya kalau kita melihat apa kekurangan kita, dibanding melihat kekurangan orang lain. Karena disaat kita sibuk mengoreksi kekurangan orang lain, secara tidak langsung kita sedang mengabaikan diri kita sendiri.